Loadingtea

Nasi Sudah Menjadi Bubur Pak Gub “Anak Cucu Putra Kaltim Gigit Jari”

(FOTO Ilustrasi : Istimewa (Ist)/Nussa.Co)

Setelah Gubenur Provinsi Kaltim Isran Mengetahui dana bagi hasil produksi penjualan batu bara tak sepadan dengan dampak kerusakan lingkungan “alam raya” borneo langsung luapkan bentuk rasa kekecawaannya

NUSSA.CO, SAMARINDA – Kalimantan Timur memiliki kekayaan alam yang berlimpah baik dari sektor migas, pertambangan batu bara hingga perkebunan sawit.

Sehingga banyak investasi asing hingga lokal berlomba – lomba meraup pundi – pundi nilai rupiah hingga dollar dari hasil mengeksploitasi besar – besaran salah satunya melalui hasil penjualan produksi batu baranya.

(FOTO : Istimewa (Ist)/Nussa.dotco)

Alam tak lagi ramah ketika perluasan tambang batu bara merenggut paksa mahkota hutan rimba alam raya Kaltim “borneo” tak virgin maka bumi bergejolak, berontak, melawan dengan badai tsunami banjir yang terjadi hampir rata di mana – mana

Lantas bagaimana sebab akibat negatif yang di timbulkan dari aktivitas pertambangan batu bara luasnya di Kaltim? Ambil contoh misalnya di Samarinda menjadi langganan banjir, kawasan – kawasan hijau pepohonan tergerus akibat perluasan lahan batu bara, belum lagi menyisakan kubangan – kubangan danau menganga dan banyak memakan korban jiwa seperti anak tenggelam, aspal jalan terkelupas, ambrol akibat aktivitas mobil – mobil besar memuat beragam kebutuhan perusahaan batu bara yang bisa saja memuat beragam kebutuhan alat berat, spare part yang mencapai 1 ton sehingga lapisan aspal jalan tak mampu menahan daya beban kendaraan besar perusahaan yang melintas di atasnya.

Kerusakan lingkungan yang baru saja tergambar banjir besar di Kabupaten Kutim salah satunya dampak negatif kegiatan batu bara.

Apakah dengan beban kerusakan demikian rupa dipicu sektor batu  bara masyarakatnya sudah sejahtera, bahkan keberadaan perusahaan ternama (besar) selama berpuluh – puluh tahun mengeruk isi perut bumi Kaltim mendukung progres percepatan peningkatan infrastruktur yang kian melesat laju? Melalui kucuran dana bagi hasilnya kepada daerah.

(FOTO : Istimewa (Ist) / Nussa.dotco)

Mana rerimbunan hijau pepohonan alam raya Kutim itu ? Yang mampu mencegah banjir dari ketinggian terlihat kerukan – kerukan perluasan lahan batu bara yang dulunya kawasan itu di kelilingi akan hamparan karpet hijau membetang sisakan  amarah alam semesta melalui fenomena banjirnya “sadarlah”

Terkait dana bagi hasil yang diterima daerah Provinsi Kaltim rupanya hanya sebatas royalti yang tidak sebanding dengan akibat dampak kerusakannya.

Sampai – sampai Gubenur Provinsi Kaltim Isran Noor  menjadi gigit jari “tercengang” hingga melayangkan sikap bentuk kecaman protes kerasnya.

Seperti yang di kutip dari laman sentra kehumasan Pemprov Kaltim, yang mana Gubenur Isran menyampaikan bentuk kekecewaannya sebagai “atensi” terutama kepada para pelaku usaha pertambangan batu bara.

Yang mana menurut Isran tidak adanya keseimbangan bagi hasil yang diberikan kepada daerah penghasil dibanding risiko sebagai akibat dari eksploitasi tambang batu bara.

“Bagi hasil untuk daerah penghasil seharusnya tidak hanya sebesar royalti. Sebab tambang batu bara di Kaltim itu open pit mining (penambangan terbuka/tambang di permukaan), Mestinya (bagi hasil) harus lebih besar,” kritik yang dilayangkan Gubernur Isran Noor ketika mendapat kesempatan melaporkan kondisi terkait illegal mining (tambang ilegal/tanpa izin) di Kaltim.

Diuraikan Gubernur, apa yang selama ini diterima daerah masih sangat kecil daripada dampak yang ditimbulkan dari eksploitasi tambang batu bara itu. Terutama kerusakan lingkungan dan infrastruktur jalan.

(FOTO : Istimewa (Ist)/Nussa.dotco)

Lestari Alamku Lestari Hutanku deru mesin excvator mencabik – cabik nafas bumi pepohonan bertumbangan sisakan kubangan danau rawan akan musibah “accident” korban tenggelam

“Eksploitasi batu bara kita itu open pit mining, kerusakannya luar biasa. Mestinya, bagi hasil, bukan seperti royalti. Mestinya jauh lebih besar, 30-40 persen dari hasil pendapatan penjualan batu bara,” saran Gubernur Isran Noor kepada Panja Illegal Mining yang dipimpin Eddy Soeparno.

UU Nomor 3 Tahun 2020 pasal 129 mengatur pemerintah daerah mendapat jatah 6 persen dari keuntungan bersih para pemegang IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) sejak mereka berproduksi.

Rinciannya, pemerintah provinsi mendapat  1,5 persen, pemerintah kabupaten/kota penghasil mendapat bagian 2,5 persen dan pemerintah daerah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama mendapat bagian 2 persen.

Mantan ketua Apkasi ini menyarankan agar negara harus segera memperbaiki sistem bagi hasil tersebut. Dia lantas membandingkan dengan bagi hasil minyak dan gas.

Tambang minyak dan gas tidak merusak lingkungan secara langsung, karena pengeboran berada di kedalaman, baik di darat maupun di laut (onshore dan offshore). Namun bagi hasil ke daerah jauh lebih besar migas.(aji/rin)