Loadingtea

Tampak Wakil Ketua Komisi C Masdari Kidang (kiri red) saat menerima usulan masyarakat.Foto kanan ilustrasi Karst vs Pabrik Semen

 

NUSSA.CO, KUTAI TIMUR – Memasuki pergantian tahun dari 2021 ke 2022 di tahun yang sama telah dua kali terjadi banjir besar dengan waktu yang terbilang panjang akan tanda – tanda penyurutannya.

Kondisi demikian tentunya ujung – ujungnya masyarakat sangat merasakan akan dampak dari musibah alam tersebut.

Masih dalam ingatan segar khalayak luas (masyarakat red), baru – baru ini, saat terjadi banjir di Kecamatan Bengalon baik Bupati Kutai Timur Drs H Ardiansyah Sulaiman, M.Si dan Wabup Dr H Kasmidi Bulang, ST.,MM telah meninjau akan kondisi alam tersebut sekaligus menurunkan beberapa item bantuan yang lebih banyak disalurkan oleh Pemprov Kaltim.

Namun apakah penyaluran bantuan banjir merupakan upaya yang tepat dalam meminimalisir banjir? Di mana slogan Menata Kembali itu.

Terlebih mendekati genap masa setahun masa kinerja kepemimpinan Ardiansyah – Kasmidi Bulang akan tetapi Kutim belum dapat di katakan terbebas dari banjir.

Perlunya keseriusan pasangan kepala daerah ASKB meminimalisir banjir, tidak selalu mengatakan “alih – alih” banjir yang terjadi karena faktor alam.

Mengapa demikian? Setidaknya hal ini dapat menjadi catatan tugas rumah “PR” penting menjadi intropeksi akhir tahun. Alam tak lagi bersahabat tentunya karena tangan – tangan oknum manusia tak bertanggung jawab human eror.

Mudahnya serta terlalu lossnya pemberian ijin usaha tanpa sebelumnya dikaji analisis akan dampak kerusakan lingkungan amdal, bagaimana riwayat cagar budaya wisata alam Gunung Karst atas kesepakatan berdirinya pabrik semen asal China yang katanya demi profit investasi, membuka lapangan pekerjaan ternyata isapan jempol belaka saja, bak tong kosong nyaring bunyinya belum lagi pengupasan lahan skala besar akan kawasan dataran tinggi.

Dikupasnya dataran tinggi perbukitan bagi kepentingan lahan – lahan areal perluasan batu bara dan perkebunan sawit.

Corat marutnya alur sistem apakah itu pembuangan limbah perusahaan, alur drainase yang kurang maksimal progress pengelolaannya tidak jelas kemana itensitas debit volume air di parit – parit yang buntu arah muaranya dikemanakan yang ada luberan air meluap ke badan – badan jalan, menimbulkan aroma tak sedap dan sehat bagi kesehatan masyarakat, apakah cukup dengan ajang panggung pencitraan demi menyambut kontestasi pesta demokrasi 2024 mendatang melalui gelaran giat kerja bakti “aksi bersih – bersih” sungai tanpa di barengi tindak nyata agar Kutim tidak dalam setiap tahunnya menjadi langganan terdampak banjir dengan membenahi beberapa infrastrukturnya.

Apakah kawasan Taman Nasional Kutai TNK di atas lahan tersebut yang seharusnya dapat menjadi kawasan terbuka hijau lahan serapan air dan terbilang hutan kota yang dilindungi dapat di bangungkan rumah megah nan elegan tanpa memperhatikan amdalnya? Apakah di perkenankan di keluarkan Ijin Membangun IMB.

Dimana pola pemikiran tingkat kecerdasan leadership apakah memahami apa itu aturan perundangan – undangan konservasi alam berpayung hukum yang merupakan kawasan di lindungi.

Sangat disayangkan keilmuan yang terserap akan aturan tatanan administrasi negara dan pemerintahan yang telah mengatur menjadi aturan UU berkonsukuensi sanksi hukum yang mengikat dan wajib di patuhi bukan dilanggar atau main tabrak aturan.

Tentunya banyak yang perlu dikaji, hal ini pula yang menjadi rasa keprihatinan wakil ketua komisi C DPRD Kutim Masdari Kidang. “Saya ini berdomisili sejak lahir menjadi bagian warga pribumi yang turut merasakan apa yang dirasakan masyarakat Bengalon saat ini,” ulasnya.

Perhatian Kidang (panggilan bermasyarakatnya) menyoroti keberdaan lahan perkebunan sawit salah satunya melalui bendera perusahaan PT KIN yang tidak berdampak (kontribusi) apa – apa kepada masyarakat.

Namun PT KPC telah banyak dirasakan bantuan tidak hanya sebatas kucuran dana program coorporate social responbilitynya apakah dalam bentuk dana segar atau fisik

Saat banjir Bengalon terjadi Kidang bersama Wakil Ketua II DPRD Kutim Arfan,SE.,M.Si lebih dulu memonitornya. “Di dapil saya ini ada rekan dewan lainnya, lagi – lagi baik saya pribadi sudah terlalu sering di tanyakan ke masyarakat. Kemana dewan mencakup dapil Bengalon kok tidak intens melihat situasi banjir yang terjadi, banyak faktor yang menjadi suatu objek penilaian masyarakat

Masih dalam ingatan segar tepatnya berdasarkan kutipan Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Kota Balikpapan yang membawahi Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, tepatnya pada Minggu (23/5/2021) lalu melaporkan, ada 2.044 kepala keluarga (KK) di 18 desa  yang tersebar  di 7 kecamatan terdampak banjir di Kabupaten Kutai Timur.

“Banjir tersebar di Kecamatan Muara Bengkal, Batu Ampar, Muara Ancalong, Long Masengat, Telen, Muara Wahau dan Kombeng. Total kepala keluarga terdampak banjir lebih kurang 2.044 kepala keluarga,”  kata Kepala Basarnas Balikpapan, Melkinus pada keterangan media online.

Sementara detik – detik mendekati pergantian tahun di bulan Desember 2021, Kecamatan Bengalon Kabupaten Kutai Timur didapati 7 desa terendam banjir.

Sementara camat Bengalon Suharman Cono, menjelaskan tercatat 7 desa diterjang banjir. “Adapun wilayah yang terdampak banjir berdasarkan sumber data kecamatan Bengalon di Kutim Sepaso Selatan 300 KK, Sepaso Timur 300 KK, Tepian Langsat 250 KK, Sepaso Induk 800 KK, Sepaso Barat 155 KK, Tepian Indah/Tepian Raya 121 KK dan Tepian Baru 74 KK,” terang Camat Bengalon.

Untuk itu kembali dewan Kidang mengutarakan untuk dapat berkonsentrasi penuh secara maksimal dalam mengatasi banjir, belum 100 persen Ibu Kota Negara IKN terbentuk akan tetapi musibah banjir terus disugguhkan kepada masyarakat maka para pemimpin Kutim apakah itu lintas pemerintahan, DPRD, Perangkat Organisasi Daerah OPD terkait dapat berpikir keras karena kita dapat duduk menjabat dituntut mampu secara amanah oleh masyarakat memajukan kabupaten Kutim serta membebaskan dari kondisi musibah alamnya seperti banjir dan longsor.(aji/rin)