Loadingtea

Orasi Dicibir, Masyarakat Menilai Kurang Beretika

 

NUSSA.CO, TOLITOLI – Aksi unjuk rasa damai yang pernah disuarakan puluhan mahasiwa yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Mahasiswa Tolitoli, Senin (27/03/2023) di depan Mako Polres Tolitoli, menuai sorotan tajam berbagai kalangan.

Rerata masyarakat mencibir, menilai, dan mengaku miris atas suara lantang kali kedua dengan bunyi yang sama, “anjing-anjing” di sela orasi “panas” berbau aroma ban terbakar, oleh siswa yang mengaku berstatus maha itu.

Seperti diberitakan sebelumnya, misi dari aksi unjuk rasa damai Aliansi Mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Tolitoli ini, adalah dalam rangka mempertanyakan upaya Polres Tolitoli dalam menangani kasus penyerangan Sekretariat Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Madako (Umada) Tolitoli, yang terjadi pada Senin (20/3/2023) malam.

Koordinator Lapangan yang juga ketua HMI Umada Tolitoli Ardan bersama puluhan mahasiswa mendatangi Mako Polres Tolitoli sekira pukul 10.15 Wita, sebelumnya dilakukan konvoi kendaraan dengan mengambil start taman kota, dan finish di depan Mako Polres Tolitoli.

“Kami pertanyakan transparansi Polres Tolitoli terhadap kasus penyerangan sekretariat HMI oleh orang tak dikenal hingga menyebabkan anggota kami terluka pak,” ungkap Ardan sembari terus berorasi di depan pasukan pagar betis.

Dari pantauan media ini, unjuk rasa damai awalnya memang berjalan damai, hanya ada orasi ringan terkait kasus yang sedang ditangani Polres Tolitoli. Namun, seiring panasnya matahari menjelang siang suasana unjuk rasa di awal Ramadan itu juga ikut memanas. Selain ban kendaraan yang terbakar, mahasiswa dan kepolisian beberapa kali hampir saling bersitegang, beruntung berhasil didinginkan oleh petugas kepolisian dan pihak mahasiswa.

Ahmad Pombang, Ketua LSM Bumi Bhakti yang juga pengamat sosial politik dan budaya menilai, aksi unjuk rasa identik dilakoni kalangan mahasiswa, terlebih lagi di era reformasi bergulir. Namun, di era saat ini kebebasan dalam menyampaikan pendapat juga perlu dilakukan dengan cara yang beretika, dan tidak sampai melukai perasaan siapapun.

“Yah kalau cuman mempertanyakan transparansi polisi menangani kasus penyerangan itu ya harusnya dengan cara bijak, tidak perlu terlontar kata anjing-anjing, apalgi marah-marah bakar ban, ini kan tidak baik. Harusnya dari demo sebelumnya jadi pelajaran, bahwa untuk menyampaikan orasi itu tidak dilarang, tetapi tetap harus jaga etika, ini harus menjadi pelajaran bagi kaum intelek,” ungkap Ahmad memberi saran.

Nasihat yang sama juga disampaikan tokoh agama juga tokoh masyarakat Kecamatan Baolan Ustadz Yusuf. Menurutnya, pendidikan moral dan akhlak sangat penting untuk ditanamkan kepada anak usia dini dan juga pelajar, termasuk mahasiswa.

“Sebab, apa yang dilakukan apalagi menyangkut kepentingan banyak orang, seperti perseteruan, atau ada hal-hal yang menimbulkan nilai tidak baik, akan menjadi catatan tersendiri dan terekam di kehidupan masyarakat, apalagi membawa nama organisasi yang kaitannya dengan keagamaan, mesti belajar dan mengambil pelajaran, ini etika dan akhlak. Orang tidak melihat seberapa hebat ibadah tetapi masyarakat akan menilai akhlak dan etika,” bebernya. (ham)