Persiba Bukan Milik Balikpapan Lagi, Alwi Al Qadri: Kami Bantu Karena Cinta, Bukan Karena Saham”
NUSSA.CO, BALIKPAPAN – Riuh tepuk tangan dan cinta yang tak pernah padam dari para pendukung setia Persiba Balikpapan tampaknya belum cukup kuat untuk menarik klub kebanggaan mereka keluar dari jurang ketidakpastian. Di tengah usaha mempertahankan eksistensi tim berjuluk “Beruang Madu”, suara dari para tokoh lokal kini semakin tegas: Persiba harus kembali ke pangkuan Balikpapan.
“Terus terang, saya dan Pak Wali Kota sekarang ini setengah hati mengurus Persiba,” ujar Alwi Al Qadri, pembina klub yang juga menjabat sebagai Ketua DPRD Balikpapan.
Pernyataan itu mungkin terdengar mengejutkan, namun mencerminkan kegundahan yang selama ini terpendam di balik layar perjuangan tim. Bukan karena minim prestasi atau dukungan suporter, tetapi karena Persiba kini sepenuhnya berada di tangan pihak luar kota tanpa sedikit pun saham yang dimiliki Pemerintah Kota Balikpapan atau para tokoh yang selama ini mendampingi klub di tengah berbagai keterbatasan.
“Kami ini bantu karena rasa cinta, bukan karena kami punya saham atau kewajiban,” lanjut Alwi, menegaskan bahwa perjuangan yang mereka lakukan lahir dari keprihatinan, bukan dari kepentingan bisnis.
Ia mengungkapkan, bersama Wali Kota Rahmad Mas’ud, mereka bahkan ikut menanggung biaya operasional klub saat berkompetisi di Liga 3. Mulai dari pembelian tiket, konsumsi pemain, penginapan, hingga keperluan latihan semua ditopang secara pribadi, meski tanpa memiliki hak kendali atas klub.
Namun justru di sanalah letak persoalannya. “Ini seperti merenovasi rumah orang. Ketika rumah itu dijual, apa yang kita dapat? Tidak ada,” kata Alwi dengan nada getir.
Kekhawatiran bukan sekadar soal pemborosan dana pribadi, tetapi lebih pada ancaman masa depan klub. Dengan posisi kepemilikan seperti saat ini, Persiba bisa saja sewaktu-waktu dijual, berganti nama, bahkan dipindahkan ke kota lain. “Bagi warga Balikpapan, itu bagaikan kehilangan identitas,” ucapnya.
Menurut Alwi, solusi yang ditawarkan sangat jelas: pengembalian minimal 50 persen saham kepada Pemerintah Kota Balikpapan. Sayangnya, upaya negosiasi yang dilakukan tidak berbuah manis karena harga yang ditawarkan dinilai tak masuk akal.
“Ini bukan tentang keuntungan pribadi. Kami ingin memastikan Persiba tetap milik Balikpapan, bukan sekadar nama yang bisa dijual kapan saja,” tegas Alwi.
Ia mengaku telah menghabiskan lebih dari Rp500 juta dari kocek pribadi untuk menopang kebutuhan klub. Namun tanpa kendali struktural, semua itu terasa sia-sia.
Di sisi lain, dukungan sponsor besar pun masih nihil. Saat berlaga di Liga 3, tak banyak perusahaan yang bersedia menjadi mitra. Kini di Liga 2, beban biaya meningkat drastis, namun dukungan finansial dari sektor swasta belum terlihat.
Tak heran jika para suporter mulai gusar dan mempertanyakan komitmen pemerintah. Padahal kenyataannya, pemerintah dan tokoh-tokoh lokal telah turun tangan sejak lama, hanya saja tanpa kepemilikan, mereka tak punya pijakan hukum untuk bertindak lebih jauh.
Alwi sendiri mengaku belum mengetahui secara pasti bagaimana proses kepemilikan klub bisa lepas ke pihak luar. Namun ia menegaskan, belum terlambat untuk mengembalikan kendali itu ke pangkuan kota.
“Saya hanya ingin Persiba tetap di Balikpapan dan tidak berganti nama. Klub ini bagian dari sejarah kota. Jangan sampai hilang arah karena kehilangan rumah,” pungkasnya. (*)
Tinggalkan Balasan