Loadingtea

NUSSA.CO, TOLITOLI – Sempat melontarkan pernyataan “enggan pisah ranjang” dan siap tinggal bersama suami di rumah dinas bupati Tolitoli, awal September 2024. Ketua DPRD Tolitoli Hj. Sriyanti Dg Parebba, akhirnya resmi “pisah ranjang dan rumah”, Kamis (10/4/2025) pagi.

Eeeeit tunggu dulu…, pisah ranjang dan rumah kali ini bukan berarti Bupati Tolitoli H. Amran H. Yahya dan sang istri Hj. Sriyanti Dg. Parebba sudah tidak lagi berstatus suami–istri, melainkan Kartini Tolitoli pertama yang menduduki kursi Ketua DPRD Tolitoli ini berniat berpisah sementara lama, demi menjaga dan merawat fasilitas negara yang diamanahkan kepadanya, yakni rumah dinas ketua DPRD yang sebelumnya cukup lama tidak dihuni manusia.

Akibat lama tak dihuni, sejumlah aset negara yang ada ikut raib, menghilang tanpa jejak. Bahkan warga sekitar curiga, aset bernilai puluhan juta itu dicuri atau dibawa kabur, pelakunya sebenarnya sudah ketahuan namun warga enggan berkomentar, hanya ramai di media sosial.

“Kalau saya sudahlah, biarkan saja. Sebenarnya bisa sih kalau mau diteruskan ke jalur hukum, mmmmm yah sudahlah,” ungkap bupati sedikit bergumam, di sela syukuran pindah rumah jabatan ketua DPRD Tolitoli.

Terpisah, ketua DPRD Tolitoli Hj. Sriyanti Dg Parebba saat dikonfirmasi lebih memilih melempar senyum dan irit bicara, juga tidak ingin mengomentari soal ritual seremoni pindah rumah dan singgungan aset negara yang menghilang.

Ikut berkomentar soal pindah rumah dan aset negara, Ketua LSM Bumi Bhakti Sulteng Ahmad Pombang menilai, dua pejabat di level yang sama sebagai pucuk pimpinan di daerah, juga berstatus sebagai pasangan suami istri alangkah baiknya jika salah satunya mengalah dan memilih menggunakan satu fasilitas negara.

“Dalam rumah jabatan bupati, kan ada fasilitas mewah untuk bupati dan keluarga anak dan istri, demikian pula di rumah jabatan ketua DPRD. Nah, kalau suami istri sebagai pejabat daerah sama-sama menggunakan fasilitasnya masing-masing, kan jadi berpisah, juga akan ada dobel penggunaan fasilitas negara. Selain itu, di tengah kondisi saat ini, lebih bijak jika pejabat sebagai istri yang juga ibu rumah tangga memilih dalam rumah dinas yang sama,” sarannya.

Ia juga menekankan bahwa secara umum, suami istri pejabat daerah ihwalnya tidak diperbolehkan menempati rumah dinas masing-masing dan mendapatkan fasilitas dobel. Selain itu, rumah negara (rumah dinas) untuk satu pasangan, diberikan kepada pejabat negara atau pegawai negeri sebagai hak dan kewajiban yang melekat pada jabatan mereka. Satu rumah negara, termasuk fasilitasnya, diperuntukkan bagi satu pasangan suami istri yang keduanya berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara. Terkecuali jika suami istri bertugas serta bertempat tinggal di daerah yang berbeda.

Kesimpulannya, aturan terkait rumah dinas bertujuan untuk efisiensi penggunaan fasilitas negara dan menjaga profesionalisme kerja. Suami istri pejabat daerah tidak diperbolehkan menempati rumah dinas masing-masing dan mendapatkan fasilitas dobel, kecuali jika bertugas dan bertempat tinggal di daerah yang berbeda. (ham)