Loadingtea

Kasus Dugaan Penistaan Agama yang Viral di Medsos

 NUSSA.CO, TOLITOLI – Kepolisian Resor (Polres) Tolitoli menetapkan satu orang tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama yang sempat viral di media sosial Facebook. Tersangka berinisial JDA, warga Kelurahan Tuweley, Kecamatan Baolan, ditangkap bersama satu orang lainnya yang kini masih berstatus terperiksa.

Kapolres Tolitoli AKBP Wayan Wayracana Aryawan SIK menjelaskan bahwa, pihaknya telah mengamankan dua orang terduga pelaku beserta barang bukti berupa satu unit telepon genggam dan tangkapan layar (screenshot) percakapan di Facebook yang berisi komentar bernada tidak senonoh dan dianggap menistakan agama.

“Kami telah mengamankan dua orang pelaku beserta barang bukti satu buah handphone serta tangkapan layar percakapan. Hari ini satu orang terduga pelaku yang diduga melakukan penistaan agama dan menjadi viral di Facebook sudah ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Kapolres, didampingi Kasi Humas Polres Tolitoli Iptu A. Budi Atmojo dan Kasat Reskrim IPTU Stefi Yohanis Hurlatu, S.Tr.K, Selasa (7/10/2025) sore.

Kapolres menuturkan, penangkapan terhadap JDA dilakukan pada 3 Oktober 2025 oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tolitoli setelah menerima laporan dari masyarakat terkait unggahan yang dianggap menistakan agama. “Menindaklanjuti laporan tersebut, tim langsung melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan terduga pelaku di rumahnya di Kelurahan Tuweley,” jelas Kapolres.

Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa pelaku JDA menggunakan handphone milik istrinya, SXA, untuk berkomentar dan membalas unggahan seseorang di media sosial. “Untuk inisial SXA, pemeriksaan masih terus dilakukan. Tim penyidik masih mendalami peran SXA dalam kasus ini. Sementara untuk akun Facebook bernama Ade Aciw, yang diketahui berasal dari Palu, saat ini kami berkoordinasi dengan Tim Siber Polda Sulteng untuk melacak jejak percakapan yang telah dihapus,” tambahnya.

Akibat perbuatannya, JDA dijerat Pasal 45A ayat (2) Jo. Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, subsider Pasal 156a KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara atau subsider 5 tahun penjara.

Di akhir keterangannya, Kapolres Tolitoli mengimbau seluruh masyarakat untuk bijak dan santun dalam bermedia sosial, serta menghindari unggahan atau komentar yang dapat menimbulkan kebencian dan SARA. “Gunakan media sosial dengan bahasa yang sopan, hindari ujaran kebencian, dan hargai privasi serta pendapat orang lain,” tegas AKBP Wayan.

Kasus Serupa di Indonesia

Sementara itu, dalam konteks nasional, kasus dugaan penistaan agama masih menjadi perhatian serius di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kasus serupa juga sempat menimbulkan reaksi publik luas.
Pada tahun 2017, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dijatuhi hukuman dua tahun penjara karena dinilai menistakan agama melalui pidatonya di Kepulauan Seribu.

Kemudian, pada 2022, seorang konten kreator bernama Lina Mukherjee dijatuhi hukuman penjara 2 tahun karena dinilai menistakan agama melalui unggahan video TikTok. Selain itu, sejumlah kasus serupa juga muncul di berbagai daerah seperti Bekasi, Medan, dan Makassar, umumnya terkait unggahan di media sosial yang menyinggung unsur keagamaan.

Fenomena ini menunjukkan bahwa media sosial kini menjadi ruang publik yang rawan pelanggaran hukum terkait SARA dan ujaran kebencian, sehingga pengguna diimbau semakin bijak dalam menyampaikan pendapat di ruang digital. [ham]