Loadingtea

Kegiatan pelatihan website desa dihadiri oleh perwakilan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Dr. Drs. Mulyadi Malik, M. Si, selaku Kepala Pusat Pelatihan Pegawai ASN Kementerian Desa dan PDTT Republik Indonesia(RI) melalui Via Zoom.(09/02/2021)

nussa.co – Program pengadaan website desa di Kabupaten Donggala yang dibiayai dari Dana Desa (DD) tahun 2019 diduga bermasalah. Program tersebut, dinilai tidak transparan, dan belum menjadi program prioritas. Hal ini menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Sulteng

Dari penelusuran ke beberapa desa yang mengadakan website, ditemukan fakta bahwa pengadaan hanya dikerjakan oleh satu perusahaan saja padahal anggaranya diatas 10 juta. Hal itu bertentangan dengan peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) nomor 12 tahun 2019 tentang pedoman penyusunan tata cara pengadaan barang/jasa di desa.

Selain itu, juga melanggar UU nomor 5 tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat karena hanya satu perusahaan saja yang melaksanakan pengadaan website yakni CV. Mardiana Mandiri Pratama (MMP) tanpa dilakukan penawaran. Kuat dugaan bahwa CV. MMP direkomendasikan oleh mantan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Donggala, Dee Lubis, kepada sejumlah kepala desa.

Berdasarkan penelusuran tim Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Donggala, bahwa Dee Lubis memiliki kedekatan dengan direktur CV. MMP, Mardiana. Hal itu dikuatkan dengan adanya meja kerja Mardiana di kantor Inspektorat berdasarkan Surat Keterangan Plt Inspektorat nomor 700/196.I/KAB/VIII/2020. Namun dari catatan absen pegawai, nama Mardiana tidak tertera sebagai pegawai Inspektorat. Lalu mengapa Mardiana memiliki meja tersendiri di kantor Inspektorat Donggala?

Salah seorang mantan Kepala Desa (Kades) di Kecamatan Banawa Selatan,kepada media ini mengatakan, sekitar tahun 2018 dia dan beberapa rakan Kades lain diundang keruangan Dee Lubis membahas program website desa. Dalam pertemuan itu, Lubis menanyakan alasan para Kades tidak menganggarkan website. Dia menjawab bahwa website desa belum menjadi program prioritas. Namun Lubis mencoba meyakinkan agar mau menggangarkan website desa.

“Waktu itu Pak Lubis masih Kabag Hukum, kami diundang keruanganya. Saya lihat sudah ada ibu Mardiana disitu. Pak Lubis bertanya, kenapa bapak tidak ambil website, saya jawab bukannya kami tidak mau ambil tapi menurut kami itu mubazir, karena kami sudah pasang wifi di kantor,” katanya kepada media ini, Ahad 11 September 2022.

Namun Lubis kembali meyakinkan, bahwa tidak akan ada temuan bila para Kades mengadakan website. Menurut dia saat itu Lubis mengatakan para Kades tidak perlu ragu mengadakan website, karena dia (Lubis) tidak lama lagi akan diangkat oleh bupati sebagai kepala Inspektorat Donggala.

“Saya ini sebentar lagi akan ke Inspektorat,yang periksa komiu kan saya nanti, tenang saja komiu,” ujarnya mengutip pernyataan Dee Lubis.

Mantan Kades kemudian disedorkan dokumen perjanjian kerja sama oleh direktur CV. MMP, Mardiana, namun dia mengaku tidak membaca terlebih dahulu isi perjanjian tersebut sebelum dia bubuhi tanda tangan. Namun yang membuat dia heran, setelah dia membaca isi perjanjian ternyata bukan untuk pengadaan website tapi untuk pengadaan alat Tehknologi Tepat Guna (TTG)

“Waktu itu saya belum baca isi perjanjian sudah saya gempu (tanda tangan) selesai saya tanda tangan baru saya baca ternyata bukan untuk website, tapi untuk pengadaan alat TTG. Salah ini pak, langsung begini pak Lubis, itu juga nanti,” ungkapnya.

Untuk diketahui, bahwa anggaran pengadaan perangkat lunak website yang dikeluarkan masing-masing desa terlalu besar. Nilainya, dirasa tidak sebanding dengan harga perangkat website yang disediakan oleh CV. MMP. Harga pengadaan website itu senilai 49 juta hingga 54 juta perdesa. Namun belum ada catatan resmi berapa desa di Kabupaten Donggala yang menganggarkan website desa.

Berdasarkan laporan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Perwakilan Sulawesi Tengah bahwa perencanaan, persiapan, pelaksanaan pengadaan website desa tidak sesuai ketentuan pengadaan barang/jasa di desa. Pengadaan website hanya berdasarkan sosialisasi dan penawaran dari pihak penyedia CV. MMP. Celakanya, rencana pengadaan website itu tidak diumumkan kemasyarakat.

Sesuai atauran pada pengadaan barang/jasa website dengan nilai diatas 10 juta masuk dalam kategori permintaan penawaran. Faktanya, Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) di desa tidak meminta penawaran secara tertulis dari minimal dua penyedia. TPK juga tidak mengevaluasi penawaran penyedia karena tidak adanya harga perkiraan sendiri (HPS) dan spesifikasi, serta tidak melakukan negosisai kepada penyedia.

Hal itu bertentangan dengan prinsip-prinsip yang harus diutamakan oleh semua pelaku pengadaan, prinsip-prinsip tersebut yaitu, efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Sementara dalam pengadaan website desa prinsip-prinsip ini diabaikan.

Kasus pengadaan website desa ini telah diusut oleh jajaran Polres Donggala. Saat ini, penyidik Polres telah meningkatkan status hukum dugaan penyalahgunaan anggaran pengadaan website desa ke tahap penyidikan. Meskipun sudah dinaikkan ke penyidikan, namun penyidik belum menetapkan seorang tersangka dalam perkara tersebut.

“Penyidik belum menetapkan siapa pun sebagai tersangka,” kata Kasat Reskrim Polres Donggala, Iptu Ismail saat dikonfirmasi, Rabu 17 Agustus 2022 lalu.

Ismail menjelaskan pihaknya saat ini telah memeriksa saksi-saksi di antaranya adalah saksi ahli IT. Sebelumnya, proyek pembuatan website desa itu ramai dibicarakan oleh masyarakat Donggala. Proyek tersebut dilaksanakan pada tahun 2019.

Anggota DPRD Donggala, Moh Taufik sampai ikut berkomentar terkait perkara itu. Politisi NasDem Donggala ini menduga ada keterlibatan pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Donggala dalam perkara itu.

Menurut Taufik, penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) harus melibatkan masyarakat, sehingga seluruh rencana pembelanjaan pemerintah desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Ia mengatakan pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Donggala yang melakukan intervensi dalam pengadaan website desa yakni kepala Inspektorat Donggala yang pada tahun 2019 dijabat oleh DB Lubis.

“Dia (Dee Lubis) terkesan memaksakan agar seluruh desa menganggarkan dana desa untuk pembuatan website,” ujar Taufik saat rapat dengar pendapat bersama sejumlah kepala desa, di ruang sidang utama kantor DPRD Donggala, Senin 29 Juni 2020 lalu.

Mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) itu menuturkan ada desa yang tidak memasukkan program pembuatan website ini dalam Rencana APBDesa, namun dipaksakan untuk tetap memasukkan program ini dalam APBDesa.

“Ini proyek sudah diarahkan. Kami (DPRD Donggala) bahkan pernah mengundang pelaksana program website desa yakni Mardiana dan Kepala Inspektorat Donggala DB Lubis dalam RDP, tetapi mereka tidak pernah mau hadir,” ujarnya

pada saat Kegiatan pelatihan website juga dihadiri oleh perwakilan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Dr. Drs. Mulyadi Malik, M. Si, selaku Kepala Pusat Pelatihan Pegawai ASN Kementerian Desa dan PDTT Republik Indonesia(RI) melalui Via Zoom.(09/02/2021) (**)