Loadingtea

NUSSA.CO, BALIKPAPAN – Jelang penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim intens menggelar koordinasi dengan sejumlah pihak terkait, khususnya di sentra Penegakan Hukum Terpadu (gakkumdu).

Teranyar, Bawaslu Kaltim menggelar rapat koordinasi dengan sentra gakkumdu terkait pengawasan penanganan pelanggaran pemilu di Balikpapan 31 Agustus hingga 2 November kemarin.

Kegiatan ini dihadiri Hari Dermanto selalu Ketua Bawaslu Kaltim dan Daini Rahmat komisioner Bawaslu Kaltim. Turut hadir pula perwakilan Kejaksaan Tinggi dan Polda Kaltim yang tergabung dalam sentra gakkumdu.

Beberapa studi kasus pelanggaran yang pernah terjadi di Kaltim, peristiwa pelanggaran kepala daerah yang telah dilaporkan ke Bawaslu dan di bahas di sentra gakkumdu tidak semua bisa disidangkan di pengadilan negeri setempat.

“Publik menganggap kinerja penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dari sisi penegakkan hukum dari seberapa banyak bisa dilaporkan dan kemudian di jerat pidana lalu dihukum. Tapi disisi lain, dalam penanganan pidana pemilu kita punya kewajiban untuk berhati-hati dalam menetapkan atau menentukan seseorang bertanggung jawab untuk hukum pdana,” ujar Jari Dermanto dalam sambutannya saat membuka kegiatan ini.

Hari menambahkan, dampak dari pemidanaan dapat menghilangkan hak-hak tertentu dari terduga pelanggar pemilu, dan juga bisa berdampak sangsi etik kepada penyelenggara pengawas pemilu.

“Karna implikasi dari pemidanaan itu bisa menghilangkan hak-hak tertentu untuk orang lain, dan implikasi besarnya dalam hal itu tidak memenuhi suatu perbuatan pidana kalau kami di Bawaslu pada kejadian berdampak pada kode etik,” lanjut Hari.

“Kita dituntut publik yang menaruh harapan bahwa pidana sebagai sarana terakhir untuk menata perilaku politik, namun disisi lain kita juga diikat oleh prinsip-prinsip profesionalitas dan etik dalam penyelenggaraan hukum pidana,” tambah Hari yang disambut riuh tepuk tangan seluruh peserta yang menghadiri rapat koordinasi ini.

Hari menceritakan pengalamannya pasca penyelenggaraan pemilu, dimana masyarakat kerap menilai Bawaslu tidak menjalankan tugas pokok fungsinya.

“Mungkin publik melihat begitu banyak peristiwa-peristiwa yang dalam kacamata publik itu adalah pelanggaran namun tidak menjadi suatu peristiwa yang diputus pidana oleh pengadilan setempat. Kemudian itu yang menjadi harapan publik dengan kerja-kerja penegak hukum akhirnya tidak ketemu,” cerita Hari.

Oleh karenanya, Hari berharap proses koordinasi kali ini bisa melahirkan diskusi khusus tentang penegakkan hukum pemilu dan pelaksanaan pemilihan kepala daerah tahun 2024 bisa menjadi jembatan yang bagi publik berpijak, serta pemilihan kepala daerah terlaksana dengan baik dan kehormatan penegak hukum tetap terjaga, hingga pemilihan berjalan dengan aman dan damai. (*/Adv)