Kasus Pelecehan Anak Mendominasi di Tolitoli
DP3A Siapkan Rumah Aman, Kawal Korban hingga Tuntas
NUSSA.CO, TOLITOLI – Sepanjang tahun 2024, tercatat 61 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan dirangkum Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Tolitoli.
Rahmiati, Kepala Bidang Pencegan dan Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak menyebutkan, dari 61 kasus di tahun 2024, paling dominan adalah kasus pelecehan, pencabulan dan bentuk kekerasan lainnya terhadap anak, sisanya ada beberapa kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Selain itu, dominan kasus pelecehan terhadap anak sering terjadi di tiga kecamatan yakni Baolan, Galang dan Lampasio.
“Yang paling dominan di tahun 2024 adalah kasus pelecehan seks terhadap anak, bahkan di Kecamatan Galang, ada ayah garap anak tiri hingga berbadan dua dan melahirkan, kami kawal kasus itu hingga tuntas,” ungkapnya miris.
Nah, lanjut Rahmiati, dari seluruh kasus tersebut DP3A bertugas mendampingi para korban, mulai dari penanganan awal hingga korban benar-benar siap untuk kembali ke keluarganya.
DP3A juga telah memiliki rumah aman bagi para korban kekerasan dan pelecehan perempuan dan anak. Lokasinya, tidak jauh dari kantor DP3A, namun bersifat privasi atau rahasia.
Rumah aman adalah tempat perlindungan sementara bagi korban kekerasan dan pelecehan seksual. Rumah aman dapat memberikan bantuan hukum, konseling, dan layanan kesehatan.
Manfaat rumah aman fokus pada membantu korban keluar dari lingkaran kekerasan, membantu korban membangun kehidupan baru yang lebih baik, memberikan perlindungan dan dukungan kepada korban, membantu korban mendapatkan keadilan. Fasilitas di rumah aman meliputi fasilitas layanan kesehatan, bantuan hukum, konseling, fasilitas makan dan pakaian.
Ditambahkan, jika ditelusuri jumlah kasus kekerasan dan peleceahan anak di tahun 2024, bisa jadi jauh lebih banyak. Sebab, saat ini di tengah adat budaya masyarakat warga Kota Cengkeh masih terhadap tradisi malu. Sehingga, jika terjadi kasus kekerasan dan pelecehan, warga enggan melapor ke aparat atau pihak terkait.
“Termasuk kasus bullying di sekolah. Kami pernah telusuri di salah satu sekolah, ternyata ada beberapa yang mengaku sering di buli, diskirminasi. Hanya saja mereka takut melapor,” kata Rahmiati yang menambahkan, penanganan kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak bukan hanya tugas DP3A, tetapi seluruh stakeholder, OPD terkait, masyarakat punya tanggungjawab yang sama. Tujuannya, agar Tolitoli benar-benar menjadi daerah yang aman, zero kasus, serta patut menjadi kota layak anak.
“Penanganan terhadap kasus kekerasan perempuan dan anak harus keroyokan, fasilitas didukung Dinas PU, kesehatan didukung Dinas Kesehatan, kemandirian pangan ditangani Dinas Ketahanan Pangan, dan sebagainya, begitupula masyarakat punya peran untuk bersama dalam melindungi perempuan dan anak,” pesannya. (ham)

Tinggalkan Balasan