Loadingtea

“Tukang” Tambal Jalan Idola Tua Muda, Semua Pintu Rumah Warga Welcome

Gingging…! begitu Briptu Supriyadi akrab disapa warga Desa Kinopasan–desa berasap dingin di Lembah Tatanggalo-Cagar Alam Gunung Dako. Siapa sangka, selain bertugas memastikan keamanan kampung sedang baik-baik saja, di balik pengabdiannya sebagai Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas), Gingging menjadi sosok inspiratif, seragamnya membawa berkah tersendiri.

NUSSA.CO, TOLITOLI — Hamdani

SEDIKIT lebih lama bertugas di Satuan lalulintas, pada tahun 2021 Briptu Supriyadi mendapat tugas baru sebagai Bhabinkamtibmas di desa yang terkenal sebagai penghasil kelapa, cokelat dan cengkeh. Desa Kinopasan, salah satu desa dari 14 desa di Kecamatan Galang, Kabupaten Tolitoli, merasakan berkah dari kehadiran sosok polisi terbaik bangsa.

Sudah tiga tahun berlalu, desa yang konon dulunya “dihantui” pesta miras, mabuk dan berkelahi berangsur hilang, bless kini benar-benar berubah. Gantinya, bermunculan pemuda-pemudi kreatif, asyik bertani, rajin berkebun, peramai masjid. Para ibu dan sesepuh kini makin semringah, tak lagi mengerutkan dahi ketika mendengar sahutan meranyau dan nyanyian sumbang di tengah pokok kelapa dan cokelat di tengah malam, mabuk cap tikus nyaris bersih, tidak terdengar oleh telinga. Horeeeee…..begitu kira-kira gambaran hati penduduk di sana.

“Butuh perjuangan ekstra, pendekatan kekeluargaan dari rumah ke rumah, dan saya bersama Babinsa terus berusaha mengedukasi para pemuda, pendekatan persuasif disertai program kegiatan. Alhamdulillah, judi, mabuk-mabukan, perkelahian kini sudah tidak ada, tidak seheboh dahulu,” ungkap Gingging sembari menenteng peda (sebutan Parang di Tolitoli).

Briptu Supriyadi, Bhabinkamtibmas Desa Kinopasan

Kerja kerja Gingging untuk merubah pola pikir kawula muda bukan hal mudah, perlu strategi jitu. Akunya, berusaha agar bisa jadi “penyihir” serba bisa terus dilakukan, sekuat tenaga dan hati. Contohnya ketika menghampiri sekumpulan pemuda main gitar ditemani botol minuman oplosan di pondok bambu, ia pun mendadak mahir gitar mahir berceloteh cerita heroik. Serta banyak contoh lain, mendadak mahir adzan, ngaji, olahraga apalagi. Semua itu dilakoni Gingging dengan peran dengan watak berbeda, polisi dan bapak angkat yang perihatin melihat anaknya salah jalan.

Di momen-momen itulah Gingging perlahan berusaha menyisipkan pesan agama dan moral lalu bercerita kisah-kisah orang-orang terdahulu, keuntungan berbuat baik, bukan menegaskan ancam jika berbuat dosa. Ini yang membuat pemuda tidak keder dengan gayanya bergaul, bahkan suka meniru karya Ginging berbuat baik.

Cara lain pria kelahiran Tolitoli 4 April 1994 ini, supaya mudah meluluhkan hati para pemuda adalah teknik traktiran. Merogoh kocek hingga puluhan ribu rupiah baginya itu biasa, meski hanya sekadar membeli air mineral dan makanan ringan.

“Yang penting mereka merasa dekat tidak takut dengan polisi, senang ditraktir itu sudah luar biasa bagi saya, dan kalau sudah satu hati ya makin mudah diajak ke hal-hal positif, ada kesan di hati. Tapi, di balik semua itu insyaallah saya tidak berharap balasan dari manusia, harapan saya hanya kepadaNya,” tutur pria berkumis murah senyum ini.

Cara gaulnya itu ternyata tidak hanya berlaku dan disukai kalangan milenial, tokoh agama, tokoh tiga adat setempat, orangtua bahkan kaum ibu benar-benar kesemsem. Soal ketampanan, masih bolehlah dapat poin 7, ditambah body yang serasi dengan otot hasil latihan fitnes di belakang rumah dan berkebun. Rumahnya juga tidak mewah, bergaya sederhana minus keramik. Tapi, Gingging merasa semua rumah di desa itu miliknya.

“Saya tidak susah kalau hanya untuk makan, Alhamdulillah semua rumah welcome, di mana saja saya diterima, pintu terbuka lebar. Makan siang, makan malam dan kapan saja, semua warga menganggap saya sebagai bagian dari keluarga mereka,” ucapnya bersyukur.

Itu baru kesimpulan konsep Bhabin “menggarap” anak muda. Karya bakti terpenting untuk negeri tercinta ini, salah satunya diimplementasikan Gingging melalui program sinergitas bersama pemerintah daerah, membangun desa. Dan bukan hendak copy paste program sang komandan–Kapolres Tolitoli AKBP Ridwan Raja Dewa SIK yang “gelisah” melihat jalan protokol berlubang, Gingging juga berkomitmen sama, melihat jalan desa yang sudah puluhan tak tersentuh perbaikan jalan, membuatnya terenyuh, miris. wajah Desa Kinopasan memprihatinkan, jalan bopeng-bopeng, aspal tua terkelupas, hujan deras dan banjir membuat keadaan jalan semakin parah.

“Saya dan Pak Babinsa, pemerintah dan warga desa berpikir sama, bagaimana jalan desa bisa sedikit mulus, ya sementara lama ditutup cor semen. Inisiatif sendiri, kalau ada jalan berlubang saya tutupi dengan sisa semen di rumah, jalan dusun juga demikian. Niat saya bagaimana tidak ada warga yang jatuh gegara lubang jalan,” serunya,

Warga desa iri dengan keadaan desa tetangga, jalan beraspal, jaringan komunikasi stabil dan yahut. Tapi tidak di Desa Kinopasan. Sudah puluhan tahun berdiri sendiri hasil pemekaran desa induk, hingga kini warga sulit mendapatkan jaringat komunikasi. Boro-boro internet, nada suara telepon hanya terdengar tat… tit…. tut…..

Di tengah kesulitan berkomunikasi, Gingging tak pernah merasa putus asa, apalagi menyerah ketika mendapatkan tugas dari Mako Polres atau Polsek Galang tempat ia bekerja sekarang melalui grup WhatsApp, atau diperintahkan mengupload foto dan data kegiatan melalui media sosial.

“Masih bisa diakali, saya turun ke bawah, dusun yang ada jaringannya meski cuman 2 balok, atau ke desa induk, di sana jaringan bagus, internet lancar, duduk-duduk di pinggir jalan lalu kirim data, beres tugas selesai, kembali ke atas,” sahutnya.

Di tengah kesulitan jaringan itu, diam-diam Gingging tengah cari patner kerja. Sudah dapat, kini ia tengah berkoordinasi dengan salah seorang pemuda desa, namanya Adris, mantan aparat desa. Keduanya sinergis, tengah menyusun proposal pembangunan tower komunikasi, walaupun harapan itu tipis lantaran sang Menteri di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI Jhoni G Plate tengah tersangkut kasus korupsi, jadi tersangka.

Kata Adris dan Gingging, sudah saatnya Desa Kinopasan terbebas dari penjajah jaringan blank spot. “Cukup sudah pak, sudah puluhan tahun kita begini capek, mau menelpon pindah ke desa lain, sekarang jaman canggih, orang punya hp android, walaupun di atas sini (Kinopasan, Red), kami tidak mau desa kami terus tertinggal, harus berubah,” ujar Adris diamini kawan baiknya, Gingging.

Gambaran kondisi Desa Kinopasan memang agak memperihatinkan, nilai akhlak dan sosial harus terus dibina tidak boleh putus supaya suasana Kamtibmas yang sudah dibangun dengan keringat dan air mata Gingging terus terjaga. Memang jalan kurang diperhatikan, jauh dari update informasi karena sulitnya jaringan komunikasi. Tetapi, Desa Kinopasan sangat beruntung, punya polisi yang baik, punya Bhabinkamtibas yang perduli, dialah sang idola tua muda, yang membawa berkah tersendiri. Semangatnya mengalir di setiap pintu rumah warga dan tidak mudah putus asa dengan keterbatasan. Negara ini masih memiliki polisi yang baik, polis yang peduli, contohnya ada di Kinopasan, Bravo Polri untuk Indonesia. (**)