Ambulance Laut “Mubazir”, Siapa yang Salah?
Ka Dinkes Nasir Dg Marunnu Dinilai Kurang Care
NUSSA.CO, TOLITOLI – Pengadaan speedboat Ambulance Laut di Dinas Kesehatan (Dinkes) Tolitoli tahun 2023, mendapat sorotan tajam banyak kalangan. Salah satunya, soal armada yang hampir setahun “terkulai lemas” di pantai Gaukan, dan baru satu kali diujicoba.
Sorotan kali ini bukan soal nilai anggaran dan fisik pengadaannya, melainkan pengoperasian armada yang dinilai tidak maksimal, sementara tujuan pengadaan adalah untuk menjangkau pelayanan kesehatan khususnya di pulau terpencil, Lutungan.
“Dari pantuan kami di lapangan bersama teman media, kami dapati bahwa armada ambulance laut senilai hampir 1 miliar itu sudah mulai rusak, terpapar panas terik, hujan deras ditambah ombak besar menghantam,” ungkap Ketua LSM Bumi Bhakti, Ahmad Pombang.
Rincinya lagi, saat meninjau Ambulance Laut nampak kerusakan di beberapa titik, seperti kebocoran kecil di bagian belakang kapal, permukaan body kapal sudah mulai terkelupas, dan tidak memiliki alas penutup body sebagai pelindung dari paparan langsung matahari dan hujan. Selain itu, posisi ambulance juga tidak layak berada di antara banyaknya perahu nelayan di kawasan Pantai Gaukan, Nalu.
“Ketika ada kondisi darurat, warga di Pulau butuh ambulance bagaimana kapal bisa dioperasikan jika berada di antara banyaknya perahu nelayan, ketika air surut juga jadi kendala, harus didorong, ini jelas terkesan mubazir karena sudah hampir setahun diadakan, tetapi baru satu kali digunakan,” kritiknya.
Dikonfirmasi terkait kronologis pengadaan Ambulance Laut, Fatmawati Yusuf–Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) sekaligus PPK Dinas Kesehatan Tolitoli menjelaskan, ambulance laut diadakan melalui program Kementerian Kesehatan, Pemkab melalui Dinkes Tolitoli mengusulkan Ambulance Laut untuk Puskesmas Baolan, dan disetujui melalui dana DAK senilai Rp 900 juta lebih
Secara teknis, pengadaan dilakukan melalui sistem E-Katalog. “Bahkan sebelum pengadaan via e-Katalog, kami mendapat pendampingan dari Kejaksaan Negeri Tolitoli,” kata Fatmawati.
Ditambahkan, dalam kontrak pengadaan ambulance laut sudah harus selesai dan diserahkan ke Dinkes Tolitoli paling lambat Oktober 2023, namun kapal baru selesai dan diserahkan pada November 2023. Sehingga, sesuai ketentuan ada penerapan denda yakni 1/1000 dari nilai kontrak. “Sesuai perjanjian kontrak, sanksi denda jika terjadi keterlambatan. Dan PT Maju Bangkit kami kenakan denda Rp 17 juta, dan denda sudah diserahkan ke negara,” sebutnya.
Setelah tiba di Tolitoli, lanjut Fatmawati, berdasarkan usulan awal, maka ambulance diserahkan sepenuhnya ke Puskesmas Baolan, baik untuk pemanfaatan maupun pengoperasian di lapangan.
Karena armada sepenuhnya telah diserahkan ke Puskesmas Baolan, maka operasional harusnya menjadi tanggungjawab puskesmas, sedangkan Kementerian Kesehatan hanya memberikan bantuan pengadaan dan Dinas Kesehatan yang memfasilitasi proses pengadaannya.
Namun disayangkan, jika Puskesmas Baolan beralasan minim anggaran operasional sehingga menyebabkan ambulance laut tidak bisa beroperasi maksimal, apalagi sampai menghambat upaya perawatan.
“Kan ada dana Kapitasi yang nilai mencapai 1 miliar lebih, yang kalau dikalkulasikan untuk biaya operasional seperti BBM, gaji operator atau nahkoda, dan perawatan ringan hanya menghabiskan kurang lebih 20 juta dalam setahun. Puskesmas Baolan pasti bisalah,” yakin Fatmawati yang menyebutkan di anggaran perubahan 2024, dana kapitasi kini naik menjadi Rp 1,2 miliar.
Ia juga mengaku telah mendengar langsung keluhan operator yang dipercaya sebagai driver, pengawas sekaligus yang ditunjuk untuk merawat, berinisial AK.
“Orang tersebut mengaku sejak awal dipercaya hingga hampir setahun lamanya belum menerima honor, akibatnya pengawasan dan perawatan armada juga ikut terbengkalai. Karena itu, kami di dinas berharap Puskesmas Baolan mampu menyelesaikan persoalan ini secepatnya,” harapnya.
Solusi lainnya, Fatmawati menegaskan, jika memang Puskesmas Baolan tidak mampu mengoperasikan Ambulance Laut, maka Dinas Kesehatan meminta Kepala Puskesmas Baolan agar menyurat dan menyerahkan kembali armada tersebut ke Dinas Kesehatan.
“Lalu solusinya, Dinas Kesehatan yang akan mengalihkan ambulance laut ke puskesmas yang lebih membutuhkan, contohnya Puskesmas Ogodeide. Armada itu kan tidak menunggu darurat baru dioperasikan, tentu bisa digunakan untuk pelayanan lain, seperti memudahkan layanan ibu hamil di pulau, daripada sewa perahu nelayan, tentu risikonya akan bisa lebih besar,” sarannya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Puskesmas Baolan dr. Yuli menyampaikan, Puskesmas Baolan merasa bersyukur mendapatkan fasilitas ambulance laut yang kini bernama “Lutungan Sehat”. Ia juga membantah jika ambulance dikatakan mubazir.
“Yang namanya ambulance itu dipakai dalam keadaan darurat, kan selama ini belum ada kondisi darurat, jadi bukan mubazir,” kilahnya.
Dokter Yuli menegaskan, untuk penganggaran operasional pada awal ambulance tiba di Puskesmas Baolan, memang belum bisa dilakukan. “Sebab, masa pengajuan di anggaran daerah telah lewat atau RKA telah berjalan, sehingga baru bisa diajukan di anggaran perubahan, itupun nanti November 2024 baru cair, jadi kami juga berharap operator bersabar dulu lah, setelah cair baru kita bayarkan sesuai kesepakatan awal,” ungkap dr Yuli.
Kapus mengaku, untuk operasional memang bisa diambil dari dana kapitasi. Namun, dana kapitasi yang ada tidak cukup besar untuk mengakomodir seluruh operasional ambulance laut, apalagi untuk perawatan skala berat. Sebab, dana kapitasi juga dialokasikan untuk jasa tenaga medis puskesmas, serta operasional seluruh kendaraan yang ada di puskesmas.
Ia juga setuju, jika ambulance laut harus memiliki lokasi tambatan kapal sendiri, jauh dari perahu nalayan, serta mudah dijangkau saat tim medis bergerak untuk pelayanan.
“Tapi kita tidak tahu, untuk membangun tambatan bukan kewenangan kami, teknis pengadaan ada di Dinas Kesehatan,” serunya.
Ketua LSM Bumi Bhakti Ahmad Pombang kembali menegaskan, pemangku kebijakan dalam hal ini Kepala Dinas Kesehatan Nasir Dg Marunnu sejatinya harus lebih care atau peduli dalam penyelesaian persoalan ini.
“Faktanya yang kami tahu, ternyata Kadis ini juga melemparkan persoalan ambulance laut ke staf di bawah, seharusnya sebagai pimpinan Kadis turun ke lapangan, memediasi, mencari solusi, bukan hanya menonton. Sebab, fasilitas ini jika dibiarkan terbengkalai, ya tunggu saja paling satu tahun lagi akan rusak berat, kan jadinya mubazir. Jika kadis tidak bisa menangani, bupati atau pj bupati yang harus turun tangan,” pintanya. (ham)
Editor : Hamdani
Tinggalkan Balasan