Loadingtea

Di Pesta Pernikahan, Gembira Janji Bonus Rp 150 Juta

NUSSA.CO, TOLITOLI – Bisa jadi karena terlalu bersemangat atau bahkan nge-joss, salah seorang oknum kepala desa di Kecamatan Dondo, mendadak viral di jagat maya. Viral bukan karena prestasinya di bidang pemerintahan desa, melainkan heboh lantaran terekam dalam video berdurasi 3 menit 42 detik yang isinya menjelaskan tentang deklarasi individu mendukung salah satu bakal pasangan calon bupati dan wakil bupati Tolitoli di Pilkada 2024 Tolitoli.

Sontak, aksinya itu menuai kecaman berbagai kalangan, bahkan di media sosial bermacam tanggapan mengomentari aksi oknum kades tersebut.

Dalam video tersebut, kades berinsial AI itu terang-terangan mengaku mendukung bapaslon dan berisyarat mengajak warganya untuk mengikuti pilihan hati kades yang diikuti setuju sebagian kecil warga. Selain itu kades tersebut juga terlihat gembira dan menyebutkan soal janji bonus ratusan juta rupiah melalui rencana kegiatan turnamen sepakbola di desanya.

“Saya mendukung sepenuhnya, di 27 November nanti, akan dukung (bapaslon, Red), apalagi kita akan mendapatkan bonus di turnamen sepakbola,” begitu ucap lantang AI.

Menanggapi video tersebut, bakal pasangan calon Muchtar Deluma-Rahman H. Budding melalui ketua tim pemenangannya Moh. Nurmansyah Bantilan, S.I.Kom, MPWP merespon keras dan mengecam sikap dan tindakan kades yang secara terang-terangan menunjukkan sikap tidak netral.

Lebih lanjut dikatakan tim melalui Divisi Hukum dan Advokasi Agus Bakri rencananya akan melaporkan oknum kades pada 2 jalur, yakni ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Polres Tolitoli, tindakan ini diambil agar memberikan efek jera sekaligus warning bagi kades lain atau ASN selaku penyelenggara negara untuk tetap bersikap netral.

“Kami akan terus mengawal kasus ini, jika terkesan Bawaslu tidak mampu atau tidak serius menanganinya, kami akan melaporkan Bawaslu ke DKPP,” tegas Agus Bakri di hadapan awak media, Minggu (08/09/2024).

Agus Bakrie menilai, postingan video tersebut tidak hanya sekadar viral tetapi juga berpotensi merugikan kandidat lainnya. Seharusnya, lanjut Agus, setiap kepala desa menjadi figur panutan yang baik bagi masyarakatnya, cerdas dan tetap menjunjung tinggi netralitas, dan menjadi pelaku kejahatan demokrasi.

Dijelaskan Agus Bakrie, kepala desa jelas terikat dalam aturan hukum yang juga mengatur mengenai larangan dan konsekuensi hukum atau sanksi yang tertuang dalam UU Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa.

Diketahui bahwa kepala desa dan perangkat desa dilarang melakukan politik praktis. Regulasinya diatur dalam Pasal 280, 282, dan 490 UU No 7/2017 tentang Pemilu. Pelanggar bisa dipidana, baik penjara maupun denda.

Adapun dalam Pasal 280 ayat (2), disebutkan bahwa perangkat desa termasuk ke dalam pihak yang dilarang diikutsertakan oleh pelaksana dan atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu. Selain tidak boleh diikutsertakan dalam kampanye, perangkat desa, sebagaimana dijelaskan dalam ayat (3) juga dilarang menjadi pelaksana dan tim kampanye pemilu.

Dalam Pasal 494 dijelaskan bahwa setiap aparatur sipil negara, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud Pasal 280 ayat (3), dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

Selanjutnya Pasal 282 memuat aturan tentang larangan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye. Sanksinya disebutkan dalam Pasal 490, yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.

Beberapa regulasi lainnya juga jelas mengatur perihal tersebut tersebut, di antaranya UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Desa, dengan sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Lalu UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Di Pasal 71 ayat (1) disebutkan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enan ratus ribu) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Terpisah, menanggapi dan meluruskan penilaian sejumlah kalangan soal isi video tersebut, Ketua Tim Hukum bakal pasangan calon Amanah Besar, Moh. Sabrang SH kepada awak media menjelaskan, jika dicermati dengan seksama, ihwalnya isi video pernyataan oknum kades tersebut adalah bentuk kekaguman pribadi terhadap sosok calon pilihan. “Dan setiap orang bisa melakukan itu,” kata Sabrang.

Lanjut dia, di dalam video tersebut tidak berlangsung kegiatan politik, menyebutkan nomor paslon, ajak mengajak atau mengarahkan massa untuk mendukung paslon, dan saat ini tahapan kampanye juga belum dimulai, bahkan untuk tahap penetapan pasangan calon juga belum dilakukan.

“Jadi bentuk pelanggarannya dimana, masih terlalu prematur untuk menilai apa yang dilakukan oknum kades dalam video itu, karena memang tahapannya belum ada. Selain itu, jika ada yang melakukan upaya hukum ya silahkan saja, itu hak warga negara, soal terpenuhi atau tidak unsur pelanggarannya itu persoalan lain, silahkan saja,” lengkapnya. (ham)