“Ngeri-ngeri Sedap” Dana Hibah Rp 5,1 Miliar Kejari Tolitoli
Warga Soroti Banjir, Masih Ada Kantor OPD yang Ngontrak
NUSSA.CO, TOLITOLI — Dana hibah bernilai “wow” total Rp 5,1 miliar lebih yang digelontorkan Pemkab Tolitoli tahun anggaran 2022 dan 2023 kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Tolitoli, menuai kritik dan sorotan tajam warga Kota Cengkeh.
Dana tersebut dianggarkan untuk pembangunan fisik dengan rincian, gedung Kejari Tolitoli senilai Rp 2,1 miliar lebih pada tahap I, dan Rp 1,9 miliar lebih di tahap II. Sedangkan rumah dinas Kajari yang judulnya rehab tetapi “rasa bangun baru” dianggarkan Rp 800 juta lebih, serta rehab Mess Kejari senilai Rp 300 juta.
“Kondisi keuangan daerah kita saat ini kan sedang tidak baik-baik saja, ASN mengeluh, honorer lebih-lebih banyak yang mengaku belum dibayar, OPD ngutang ke rentenir, bonus atlet lambat dibayarkan, dan masih banyak persoalanlah yang harus dituntaskan pemerintah daerah,” ungkap AR, salah seorang ASN di lingkup Pemkab Tolitoli.
Hal yang sama juga diungkapkan Wahyudi-warga Baolan. Ia mengaku prihatin atas kondisi ekonomi daerah yang kurang bergairah, mnimnya sentuhan perbaikan infrastuktur hingga ke desa-desa, sektor UMKM lesu, dan persoalan lain yang banyak dikeluhkan warga dan perlu jawaban dan perhatian serius.
“Ambil contohlah, gak usah proyek besar, lihat saja lampu penerangan jalan kita yang sangat memprihatinkan, dominan gelap ketimbang terang, apalagi di desa-desa. Seharusnya uang 5 miliar itu bisa meng-cover program kerakyatan yang lebih menyentuh seperti penanganan banjir di kawasan pemukiman warga, itu baru penting. Lalu, alokasi Rp 5,1 miliar itu urgensinya dimana,” sorotnya.
Selain banyak hal yang perlu direvitalisasi, ia juga mengaku prihatin atas keluhan warga Kalangkangan terkait Sungai Togaso yang hingga saat ini belum juga mendapat perhatian pemerintah daerah. Padahal, sudah ada 7 rumah yang hanyut tersapu banjir, medio 2017 lalu.
“Karena tidak ada perhatian, akhirnya warga swadaya menyewa alat berat untuk normalisasi sungai supaya rumah dan kebun tidak semakin tergerus habis. Banjir itu sudah lama loh, 2017. Lalu dimana pemerintah,” ungkapnya prihatin.
Dikonfirmasi terpisah, Wakil Ketua DPRD Tolitoli Jemmy Yusuf mengatakan, dalam persoalan pemberian dana hibah sebagian ada yang menjadi hak diskresi bupati atau kebijakan dari pejabat pemerintahan.
“Namun, jika berbicara skala prioritas ini bisa ditanyakan juga ke eksekutif. Selain itu, jika dananya tidak mencapai Rp 5 miliar maka tidak membutuhkan keputusan atau persetujuan legislatif, yang penting tidak melanggar norma hukum dan digunakan sebagaimana mestinya,” jawab datar Jemmy belum lama ini.
Menanggapi soal dana hibah, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tolitoli Albertinus Napitupulu SH di sela peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-63 Sabtu (22/07/2023) mengatakan, selama memimpin Kejari Tolitoli ia belum pernah menyampaikan permohonan atau pengajuan proposal dana hibah ke Pemkab Tolitoli.
“Ini murni dari pemda, karena mungkin melihat kondisi kantor kita yang rawan banjir, jadi ini murni inisiatif dari pemda,” kata Kajari kepada awak media.
Kemudian, ketika disinggung apakah pemberian dana hibah tidak memengaruhi kerja-kerja penanganan kasus korupsi khususnya di lingkungan Pemkab Tolitoli yang saat ini belum tuntas ditangani, seperti kasus PDAM, Alkes di Dinas Kesehatan, BOK Puskesmas, dan beberapa kasus lainnya.
“Tidak pak, dana hibah tidak akan mempengaruhi kerja kami. Dan kami akan terus bekerja profesional, menangani kasus korupsi hingga tuntas, termasuk di lingkup Pemkab Tolitoli,” tegasnya.
Menyoroti pernyataan Wakil Ketua DPRD Jemmy Yusuf, Ketua LSM Bumi Bhakti Ahmad Pombang menilai, Jemmy Yusuf terkesan ingin melempar persoalan ini kembali kepada bupati dan jajaran. Seharusnya, kata dia, DPRD lebih peka membaca persoalan rakyat, menyoroti skala prioritas pembangunan sekaligus menjalankan fungsi pengawasan, dan memberikan saran kepada pemerintah daerah terkait rencana dan realisasi pembangunan daerah.
“Bukan melontarkan pernyataan “harus ditanyakan juga ke pemda”. Kan dia (Jemmy, Red) pasti tahu berapa anggaran yang digelontorkan. Jika dibilang tidak mencapai 5 miliar, ya ini aneh. Kan sudah jelas dana hibah untuk Kejari 5 miliar lebih,” kritiknya.
Terhadap jawaban Kajari Albertinus, Ahmad Pombang juga menilai bahwa usulan atau permohonan dana hibah memang tidak tersampaikan melalui Kajari Tolitoli Albertinus.
“Tetapi, usulan itu kan muncul di pemimpin sebelumnya. Tidak tahu apakah sebelum Pak Albertinus, atau sebelumnya lagi, sebelumnya lagi. Yang jelas itu tidak mungkin muncul tanpa ada permohonan atau usulan, agak mengherankan kalau tidak ada usulan dan ujuk-ujuk muncul begitu saja, proyek siluman dong,” kata Ahmad Pombang yang juga mengaku prihatin terkait masih ada beberapa OPD d lingkup Pemkab Tolitoli yang belum memiliki kantor permanen alias masih ngontrak, salah satunya Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Ikut bersuara menyampaikan saran dan kritik, praktisi hukum yang juga Advokat PWI Buol-Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah Abdul Razak mengatakan, dalam persoalan ini seharusnya Pemkab Tolitoli jeli melihat dari sisi mana dana hibah bisa diberikan dan peruntukannya kepada siapa, apakah prioritas atau tidak.
“Sebab, Kejaksaan punya anggaran melalui APBN setiap tahunnya. Di sisi lain, banyak infrastruktur daerah perlu perbaikan, tindaklanjut aspirasi masyarakat seperti penanganan banjir, optimalisasi sektor pertanian, perkebunan, perikanan. Wah banyaklah. Ya kita berharap tidak ada indikasi-indikasi lain dan tidak melemahkan kerja-kerja Kejaksaan,” harapnya.
Untuk diketahui, dari data yang berhasil dihimpun media ini, ternyata dana hibah digelontorkan Pemkab Tolitoli atas dasar surat pengajuan permohonan oleh Kajari Tolitoli pada tahun 2021, berikut cap dan ditandatangani oleh Kajari Tolitoli saat itu. (ham)
Tinggalkan Balasan